SEJARAH DESA SUKARARA

SEJARAH DESA SUKARARA
Asal Usul Nama Desa Sukarara
Desa sukarara berasal dari bahasa sansekerta “suke” dan “rare” suke artinya tidak ada unsure paksaan darimanapun atas kemauan sendiri sedangkan rare artinya ingin menyindiri dan berkiprah dari azaz berdikari dengan semboyan:
“Oyowok Bebek Belang, Jambul Pituq Sampi Gading Betenggale, Ngenggek Sengkangn Dare Lengkuk Maraq Panji Sukerare”

 artinya semua warga atau masyarakat, walaupun banyak perbedaan marilah kita bersatu, satu dalam tujuan, untuk memperlihatkan cirri khas dalam satu desa, sebgai barisan depan dalam satu barisan desa yaitu local ( Wawancarara Mamiq Erna ).
Desa Sukarara Terbentuk pada tahun 1775, asal muasal Desa ini diberi nama Desa Sukarara adalah suka yang berarti senang dan rara artinya miskin, sehingga diartikan penduduk Desa ini selalu senang walaupun miskin. pemberian nama Desa Sukarara yaitu oleh kepala dukuh yang pertama kali memimpin desa sukarara yaitu sejak tahun 1755-1775. Pemimpin Desa Sukerara yang pertama kali yaitu Raden Anugrah dan Raden Cempake yang pada waktu itu disebut Pemban atau Panji ( Tahun 1755 Masehi ). Raden Ugrah memegang kekuasaan dibidang Pemerintahan, sedangkan Raden Cempake dibidang  Pertanian, yang Makamnya ada Dipemakaman Umum Karang Waru Dasan Duah Desa Sukarara. (Interview Mamiq Iskandar Tahun 2000). sejak tahun 1775-2019 sudah 19 Kepala Desa yang memerintah Desa Sukarara.
Desa Sukarara merupakan salah satu Desa diantara sepuluh desa wilayah kecamatan jonggat, kabupaten lombok tengah. wilayahnya seluas 755,880 Ha, kurang lebih 11,16% dari luas kecamatan jonggat. batas-batasnya sebagai berikut:
    • Sebelah Utara : Desa Nyerot
    • Sebelah Timur : Desa Puyung
    • Sebelah Selatan : Desa Batujai
    • Sebelah Barat : Desa Labulia dan Desa Ungga ( Dokumentasi Keadaan Geografis                                       Desa Sukarara ).
Letaknya 6 Km sebelah tenggara ibu kota Kecamatan Jonggat atau 5,5 disebelah Barat Daya Ibu Kota Kabupaten Lombok Tengah, 21 Km sebelah Tenggara Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat. Adapun jumlah Dusun yang berada diwilayah Desa Sukarara terbagi menjadi 10 Dusun yang masing dipimpin oleh Kepala Dusun

No
Nama Dusun
Nama Kepala Dusun
1
Blong Lauq
Lalu Panggih
2
Blong Daye
Sata
3
Ketangge
Sunardi
4
Dasan Duah
Kaye Sukarme
5
Bunsambang
Lalu Murtawan
6
Dasan Baru
M. Yusuf
7
Burhane
Nurman
8
Bunputri
Subakti
9
Buncalang
H. Alimul Ula
10
Batu Entek
Diasih

Kesepuluh Dusun yang mencakup seluruh wilayah Desa saat ini satu sama lain dibatasi jalan,lorong, pagar, dan tembok. Adakalanya berbatasan kebun dan sawah.

NAMA-NAMA STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA SUKARARA KECAMATAN JONGGAT KABUPATEN LOMBOK TENGAH NUSA TENGGARA BARAT 2019
NO
NAMA
JABATAN
1
H. SAMAN BUDI, S.Ag
KEPALA DESA
2
LALU SUKARDI
KETUA BPD DESA
3
ZAENAL RAHMAN, S.Pd
SEKERTARIS DESA
4
MASNUN, S.Pd
KASI PEMERINTAHAN
5
DARMAWAN, S.Pd
KAUR KEUANGAN
6
DZUL KHAMJU DG
KAUR PEMBANGUNAN
7
M. ISNAN ABDILLAH
KASI KESRA
8
SUKAYANDI
KAUR UMUM
9
OKTAVIANDI, S.Pd
KASI PEAYANAN
10
IFAN SUSANTO
BABINSA
11
LALU WIRANING SUBAKTI
BHABINKANTIBMAS
12
HASNADI USMAN
PENDAMPING DESA
13
LALU PANGGIH
KEPALA DUSUN BLONG LAUQ
14
SATA
KEPALA DUSUN BLONG DAYE
15
SUNARDI
KEPALA DUSUN KETANGGE
16
KAYE SUKARME
KEPALA DUSUN DASAN DUAH
17
LALU MURTAWAN
KEPALA DUSUN BUNSAMBANG
18
M. YUSUF
KEPALA DUSUN DASAN BARU
19
NURMAN
KEPALA DUSUN BURHANA
20
SUBAKTI
KEPALA DUSUN BUNPUTRI
21
H. ALIMUL ULA
KEPALA DUSUN BUNCALANG
22
DIASIH
KEPALA DUSUN BATU ENTEK

Jumlah penduduk Desa Sukarara

Desa Sukarara merupakan Desa yang mempunyai Jumlah 10.067 Jiwa ( 3.558 KK ) adapun rincian berdasarkan data Desa Sukarara sebagai berikut:

LAPORAN PENDUDUK DAN KK MASING-MASING KEPALA DUSUN DESA SUKARARA
BULAN                             2019
NO KADUS PENDUDUK AWAL JUMLAH LAHIR JUMLAH MENINGGAL JUMLAH PINDAH JUMLAH DATANG PENDUDUK AKHIR JUMLAH JUMLAH KK TOTAL
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
1 BLONG LAUQ 394 406 800 0 1 394 407 0 0 394 407 0 1 394 406 0 0 394 406 800 236 52 288
2 BLONG DAYE 549 588 1,137 0 0 549 588 0 2 549 586 0 1 549 585 0 2 549 587 1,136 326 26 352
3 KETANGGE 409 407 816 0 0 409 407 0 0 409 407 0 1 409 406 0 1 409 407 816 223 43 266
4 DASAN DUAH 447 483 930 0 0 447 483 0 0 447 483 0 1 447 482 0 0 447 482 929 290 44 334
5 BUNSAMBANG 817 835 1,652 0 1 817 836 0 1 817 835 0 0 817 835 0 1 817 836 1,653 519 61 580
6 DASAN BARU 490 525 1,015 0 0 490 525 0 0 490 525 0 1 490 524 0 1 490 525 1,015 302 63 365
7 BURHANA 472 499 971 0 0 472 499 1 471 499 0 0 471 499 0 0 471 499 970 296 60 356
8 BUNPUTRI 348 349 697 0 1 348 350 0 0 348 350 0 0 348 350 1 5 349 355 704 225 47 272
9 BUNCALANG 479 551 1,030 0 1 479 552 1 2 478 550 0 0 478 550 0 0 478 550 1,028 277 89 366
10 BATU ENTEK 477 540 1,017 0 0 477 540 0 0 477 540 0 1 477 539 0 0 477 539 1,016 325 54 379
JUMLAH 4,882 5,183 10,065 0 4 4,882 5,187 2 5 4,880 5,182 0 6 4,880 5,176 1 10 4,881 5,186 10,067 3,019 539 3,558


Iklim

Desa Sukarara memiliki iklim musimhujan 7-8 bulan setiap tahunnya. Hujan yang terbanyak pada bulan januari dan Februari. Curah hujan dalam satu tahun rata-rata 141 mm. adapaun musim penghujan terjadi selama enam bulan sedangkan suhu rata-rata harian dan mencapai 300 C.

Mata Pencaharian

Masyarakat Desa Sukarara sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai petani. Bertani merupakan pekerjaan utama masyarakat Desa Sukarara karena Desa Sukararakarena Desa Sukarara terletak pada suatu dataran diperuntukkan sebagai sawah  ( 630 Ha). Selebihnya adalah kebun ( 38, 792, Ha/%,132%). Pekarangan ( 98,815 Ha atau 13,073), dan kuburan (4 Ha/ 0.529%). seluruh wilayah Desa Sukarara merupakan dataran rendah yang subur, terdapat sungai kecil yang mengalir di desa ini yaitu sungai karang baru yang kering pada musim kemarau. Desa Sukarara tidak tergantung pada sungai tersebut. Air diperoleh dari jurang sate dengan sistim pengairan yang teratur sehingga memungkinkan penduduk bertanam padi dua kali dalam setahun. Tanah yang baik pengairannyadijadikan sawah dengan hasil utama padi. selain itu ditanami pohon kelapa, pisang, buah-buahan seperti mangga, kedondong, jeruk, dankebun ditanam bambu, selain tumbu-tumbuhan yang dibudidayakan terdapatjuga yang alami seperti dadap, beringin, cangin, jarak pagar dan kaktus.
Selain bertani masyarakat desa sukarara terutama wanita juga menenun pekerjaan ini dilakukan sambil menunggu panennya padi dan tanaman lainnya. 

Budaya dan Tadisi Desa Sukarara

Budaya
Desa Sukarara merupakan desa yang masih kental dengan kebudayaan masyarakatnya. Yang paling membedakan antara desa sukarara dengan desa lainnya yaitu pada budaya menenunnya. Perbedaan menenun pada desa sukarara dan desa lainnya yang juga pengrajin tenun terletak pada motifnya. Motif yang beraneka ragam seperti kembang komak, ragi genep, tapo kemalo, merupakan kreasi dari pengerajin tenun yang sebagian mempunyai makna atau arti tersendiri.
Selain budaya tenunnya Desa Sukarara juga masih melaksanakanadat istiadat yang bisa dilakukan masyarakat sasak seperti tarian rudat, gendang belek, kecimol, nyongkolan pada acara pernikahan, acara potong rambut, khitanan, dan acara kematian. Adat istiadat tersebut dilakukan sejak turun temurun. Potensi budaya lainnya juga terdapat berbagai macam situs sehingga dusun yang berada di Desa Sukarara merupakan nama situs yang berada diwilayah dusun tersebut.

LATAR BELAKANG MUNCULNYA KAIN SONGKET

a)   Faktor Sejarah
Pada zaman dahulu, dengan keterbatasan alat maupun bahan serta tingkat sumber daya manusia yang rendah, manusia membentuk sebuah pakaian dari kulit kayu, karena merasa kurang nyaman mengenakan pakaian dari kulit kayu ini dapat menimbulkan gatal dan merusak kulit, maka nenek moyang kala itu mulai mencari alternatif lain yaitu dengan mengolah ataumengubah bahan-bahan menjadi barang ( barang jadi atau setengah jadi ), dalam hal ini sebgai contoh pemintalan mengolah bahan kapas menjadi barang yang akan digunakan untuk membuat kain tenun songket tersebut. Sejak itulah muncul kain tenun ikat dari berbagai wilayah.
Demikian halnya dengan produksi kain tenun songket yang ada di Desa Sukarara, dengan keberadaan produksi songket tersebut untuk dapat melestarikan budaya daerah suku sasak, karena dengan adanya kebudayaan itu merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat sukarara untuk mengembangkan dan melestarikan budaya mereka. Suatu budaya merupakan warisan dari nenek moyang dahulu kita.
Dalam hal ini, akan dibahas mengenai sejarah munculnya kain tenun Songket desa sukarara Kecamatan jonggat kabupatenlombok tengah.

SEJARAH KEBERADAAN SONGKET SUKARARA

Dalam Bahasa Kawi yang kami kutip dari Takepan RENGGANIS, kata Songket artinya Sensek (Tenun), Nyongket artinya Nyensek ( Menenun ). Kerajinan Nyensek dimulai dari Pemerintahan Raden Anugrah dan Raden Cempake yang pada waktu itu disebut Pemban atau Panji ( Tahun 1755 Masehi ). Raden Ugrah memegang kekuasaan dibidang Pemerintahan, sedangkan Raden Cempake dibidang  Pertanian, yang Makamnya ada Dipemakaman Umum Karang Waru Dasan Duah Desa Sukarara. (Interview Mamiq Iskandar Tahun 2011)
sedangkan menurut Inaq gerah Kain tenun songket Sukarara muncul sejak zaman kerajaan selaparang bertepatan pada tahun 1955, dan orang yang pertama kali menggeluti tenuin songket tersebeut seorang perempuan yang bernama papuq jering kemudian diturunkan kepada saudaranya papuq Rabi' dan mengajak temannya yaitu Papuq Enten. setelah kain tenun tersebut dipelajari oleh Papuq Enten beliau langsung bisa menenun walaupun hanya sekedar melihat-lihat Papuq Jering Nyensek ( Menenun). Keahlian Papuq Enten tersebut diturunkan kepada anak cucunya hingga Kain tenun songket dapat berkembang luas di desa sukarara tersebut. 

 pada zaman dahulu pekerjaan menenun dilakukan dengan menyediakan sesajen (andang-andang) yang ditempatkan pada kudung ( tempat yang terbuat dari bambu) yang berisi beras, benang putih, pinsah , kepeng siu satus selae ( uang seribu seratus dua puluh lima) dan air yang ditempatkan dalam sebuah botol, air tersebut digunakan untuk beseraup ( cuci muka) setiap kalimenenun agar penglihatan menjadi terang dan agar tidak tergangguoleh jin karena pada zaman dahulu orang tua percaya akan kebenaran hal-hal yang ga'ib hingga sampai saat ini, seriring berjalanya waktu dan berkembangnnya ilmu pendidikan dan ilmu keagaman masyarakat di Desa Sukarara jarang mempercayai hal-Hal Demikian.( Interview Inaq Gerah Pada tahun 2011 )
Pada waktu itu banyak Pohon yang tumbuh, bahkan Bunga-Bunga Kapas yang sudah Tua banyak berguguran jatuh ke Tanah. Oleh sebab itulah timbul pemikiran-pemikiran untuk bagaimana caranya mengolah kapas tersebut menjadi Benang dan selanjutnya bisa menjadi selembar Kain. Akhirnya para Kaum Wanita khususnya Ibu-Ibu mencoba memetik Bunga kapas yang sudah Tua dan selanjutnya dijemur. Setelah kering, Kapas-Kapas itu dipisahkan dari Bijinya dan kemudian di jemur lagi. Menjemur Kapas tidak seperti menjemur Gabah, tapi menjemurnya dengan wadah, Bakul atau Rampak ( Kulit Sapi Yang Dibuat Berbentuk Bakul  ). Rampak bisa juga dimanfaatkan sebagai Lesung alat untuk menumbuk Padi. Setelah betul-betul kering lalu di bersihkan lagi dengan alat yang sederhana yang disebut Betuk ( Alat Yang Dibuat dari Bambu dan Rotan ). Kapas yang sudah bersih kemudian di lempeng kira-kira ukuran sebesar Piring kemudian digulung berbentuk Bulat Panjang. Kapas yang sudah digulung berubah nama menjadi Bojol. Bojol kemudian dipintal dengan alat yang namanya Arah dan Pendiring. Memintal Bojol menjadi Benang memerlukan kesabarandan ketekunan. Benang yang sudah ada di Pendiring dipindahkan lagi ke sebuah alat yang namanya Ajon ( yang Terbuat Dari Kayu ) kemudian disikat dengan sikat Ijok. Benang yang sudah jadi melalui beberapa proses ini dinamai  Benang Berut. Benang Berut inilah yang diolah menjadi selembar Kain melalui Nyensek dengan seperangkat alat sederhana yaitu : Ebatang- Jajak-Tutuk-Penggulung-Suri-Apit-alit-Lekot dan Berire yang disingket Perabot Nyensek. Separangkat alat Tenun inilah yang mempunyai nilai yang sangat tinggi yaitu sebagi simbol bahwa kaum Wanita terbatas gerak langkahnya.
Dari Benang Berut tersebut dapat dibuat:
1.      Kembang Komak Berut ( Taum ).
Taum adalah alat pewarna hitam. Kembang komak Berut terdiri dari Dua warna yaitu Hitam dan Putih.
2.      Bahok ( Rorek Benang Putih ).
Dua motof inilah yang dihasilkan dari benag berut dengan alat pewarna Hitam. Benang Berut dibuat juga sebagai Kain Kafan. Kemudian setelah ada celup, maka motif sensekan ( Tenunan ) semakin berkembang sedikit demi sedikit antara lain yang dinamakan dengan Cawul ( Warna Merah, Putih dan Hitam ), Mege-Rejase.
Kemudiaan setelah ada benang Pabrik ( Benag dari Cina atau Jepang ), maka motif sensekan semakin berkembang lagi antara lain : Kembang Komak Benang Putik, Ragi Genep, Selulut,  Kemalo, Pucuk Melung dll.
Motif-motif tersebut merupakan inspirasi penenun sendiri tanpa contoh atau gambar.
“HANYONGKET, HANENUN, LANSULAMAN TANPE DOM DOMAN”, artinya nyensek misah ataupun bejait dekn kadu conto, gambar atau imbe ( Desa Sukarara )... “Kutipan Dari Takepan Rengganis Tembang Pamungkas Semare Dane”.
Keguanaan Songket :
1.      Untuk Pakaian Sehari-Sehari dan ada jugak yang disimpan. Tempat penyimpanan hasil nyensek ini dinamakan Keben.
2.      Digunakan saat-saat acara Perkawinan dan Acara adat lainya sebagai Dodot, Sarung ( Londong dan Selewok ).
3.      Khusus Kembang Komak dari dulu sampai sekarang masih dipakai untuk menyelimuti Anak yang akan Khitan atau di Sunat karena Kembang Komak ini apabila dipaki pada siang hari dapat menyejukkan badan dan pabila dipaki musim dingin ( Telis Kembang Komak ) dapat menghangatkan badan. klik tautan ini bila ingin melihat cara menenun atau nyensek https://www.youtube.com/watch?v=qrKVyA_4GdY dan macam-macam motif tenunan klik tautan https://www.youtube.com/watch?v=74urB8eGZTg



FASE BARU SONGKET SUKARARA

“ Subahnale Antap Tiwuk Arak Sejai
Beli Jeluang Duh Pangerah Pembungkus Gule
Subahnale Anak Iwuk Sak Salak Jari
Bilang Lawang Taokn Tunas Dane”

Setelah menempuh  perjalanan panjang menulusuri Motif demi motif pada kisaran Tahun 1940an tercetus Inspirasi baru  mengembangkan  motif menjadi Subahnale, Bintang dan Remawe kata Subahnale berasal dari kata subahanallah ( Maha Suci Allah ) dari seorang bernama Papuk Rabik dari Dasan Duah.
Ketika ia dalam keadaan kelelahan dan memilih dan memilah seutas Benang untuk menciptakan Motif menjadi bentuk Bunga dan ia selalu mengucapkan kata-kata Subahnale berulang- ulang kali. (Interview Mamiq Iskandar Tahun 2011)
Motif Subahnale nerupakan motif yang merupakan ciri khas dari desa sukarara. asal usulnama subahnale ini ada beberapa versi. salah satu versi yang berkembang dikalangan masyarakat setempat danmerupakan versi yang masuk akal Subahnale berasal dari kata "Subhanallah" yang artinya mahasuci Allah, satu ungkapan kata menyebut kemaha sucian Allah apabila merasa telah berbuat khilaf. pada zaman dahulu pekerjaan menenun hanya dilakukan oleh perempuan pada suatu tempat yang tertutup dengan penerangan lampu minyak yang kurang memadai. pekerjaan membuat kain songket bukanlah pekerjaan yang mudah apalagi kondisi ruang kerja kurang ,mendukung . oleh karena itu, adlah hal yang wajar apabila sering terjadi kesalahan dalam memasukkan benang untuk melahirkan motifatau ragam hias yang baik. Sebagai orang islam, setiap kali terjadi kekeliruan si penenun mengucapkan kata subhanallah, menyebut kemaha sucian Allah SWT karena seringnya terjadi kekeliruan, sesring itulah kata subhanallah diucapkan.
dan itulah kain yang dihasilkannya dan dinamakan " Kain Subahnale". dalam hal ini karena lidah orang kebnayakan sulit mengucapkan subhanaallah maka berubah menjadi subahnale. jadi dalam hal ini, kain tenun songket berlangsung terus menerus sejak dini yang memantapkan pewaris budaya antar generasi turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya sehingga mewujudkan kerajinan tradisional.
secara bertahap seiringnya perkembangan zaman dengan Ketekunan  dan kesabaran masyarakat sukarara untuk menciptakan motif-motif baru sehingga terbentuklah motif yang namanya Kembang Remawe akhhirnya terwujud. Setiap ada kesalahan dan kelelahan dia selalu mengucapkan kata Subahnale. Memiih dan memilah Benang disebut Beregun.
Pada awalnya Subahnale, Bintang dan Remawe hanya untuk disimpan dan dipakai sendiri apabila ada upacara-upacara Adat akhirnya Orang yang bisa beregun ini bertambah lagi di setiap beberapa Dusun antara lain Dasan Duah, Bun Mudraq, Buncalang, Ketangge, dan Burhana. Sekarang disetiap-setiap Dusun 50% perempuan di Desa Sukarara bisa menenun dan 10% diantaranya bisa beregun  bahkan lebih bisa Beregun dengan Motif-Motif masa kini.
Seiring dengan perkembangan zaman, sekarang ini Songket Sukerare sudah menembus Dunia Internasional. Dan sampai sekarang sudah bisa tercipata lebih dari 40 Motif.
LIMPUT UMBAK
Limput Umbak adalah sebuah alat untuk menggendong Anak. Namun limput yang dibuat di Desa Sukarara bukanlah alat untuk menggendong Anak akan tetapi sebagai simbol kasih sayang kepada Anaknya, pembuatan Umbak ini diupacarakan secara Ritual dari tahap awal sampai selesai. Umbak terdiri dari Tiga warna yaitu : Merah, Putih dan Hitam. Merah sibol Perempuan, Putih simbol Laki-Laki dan Hitam simbol Kegaiban. Sebelum dipotong Umbak ini diarak keliling Desa dan di Iringi Gamelan dan Pesajik, setelah itu disimpan di Bale Belek. 
Bale Belek adalah tempat-tempat penyimpanan benda-benda peninggalan para Leluhur terdahulu. Umbak dipakai apabila dipakai ada acara Surung Serah Aji Kerame Adat tatkala seorang telah Kawin dan mengandung makna apabila sudah terjadi ikatan perkawinan berarti sanggup menanggung resiko apapun tatkala nanti sudah mempunyai anak.( Wawancara Mamiq Kandar )
Perkembangan Kain Tenun Songket Desa Sukarara 
Desa Sukarara adalah salah satu desa dari 13 desa di wilayah Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Desa Sukarara dengan jumlah penduduk 9.978 jiwa terdiri dari 4.862 laki-laki dan 5.116 perempuan yang bekerja di sektor pertanian. Bagi kaum perempuan, selain bekerja di sektor pertanian juga bekerja sebagai Pengrajin Tenun Tradisional Gedogan.
Gedogan adalah satu perangkat tenun tradisional yang sederhana dan manual tetapi menghasilkan karya tenun yang berkualitas dengan motif yang beragam dan memiliki daya saing. Produk-produk yang dimaksudkan antara lain:
1.      Songket
2.      Kain Panjang
3.      Selimut
4.      Selendang
5.      Udeng
6.      Taplak Meja
7.      Rangrang
Produk Tenun Desa Sukarara telah dikenal di seluruh Nusantara maupun Mancanegara, diminati berbagai kalangan. Hal ini dapat dilihat dari Wisatawan yang berkunjung di Desa Sukarara.
Dengan kondisi tersebut Desa Sukarara ditetapkan salah satu “Desa Penyangga Pariwisata Mandalika” yang saat ini sedang dikembangkan, dibenahi, dan dibangun oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Oleh karena itu Desa Sukarara berupaya meningkatkan perannya secara aktif dan atraktif memperkenalkan dan mempromosikan produk andalannya yaitu Tenun Tradisional Sukarara.
Langkah-langkah promosi yang dilakukan adalah memperkenalkan  Tenunan Sukarara melalui: Seminar, Gelar Budaya, Pameran, Bazar, baik di tingkat Regional, Nasional, maupun Internasional, di bawah koordinasi pemerintah daerah dalam hal ini secara khusus dengan Dinas Pariwisata, Dinas Perdagangan, dan Industri, dan Ikatan wanita Pengusah Indonesia (IWAPI).

Masalah Yang Dihadapi
1.      Para Penenun masih menganggap Nyensek sebagai pekerjaan sampingan.
2.      Harga jual mereka masih blum sebanding dengan waktu dan tenaga yang dikorbankan oleh para Penenun.
3.      Desa belum dapat berbuat banyak terhadap kesenjangan harga yang diterima oleh Penenun.
4.      Kwalitas masih perlu ditingkatkan.
5.      Masih ada persaingan yang belum bisa di kontrol.
Hal- Hal Yang Ingin Dicapai.
1.      Para Penenun perlu dilokalisir agar dapat dikontrol baik dari segi proses kwalitas maupun harga.
2.      Perlu adanya Central Industri untuk mempermudah pembinaan, pengawasan dan lain-lain. 
DOWNLODED NAMA-NAMA PENENUN DI DESA SUKARARA https://docs.google.com/spreadsheets/d/e/2PACX-1vREGJNnzOgQv-IqZz-Va9HhGyTMTxTCQ0SyYeBuHAZkWq9lmo8hCQmvd7pqSHzGkvXwNmLnWvZzw6d1/pub?output=xlsx

TRADISI BERANTOK

Tradisi Berantok merupakan tradisi turun temurun, yang ditinggalkan para sesepuh atau orang tua dulu dimana saat itu alat transportasi dan komunikasi sangat minim, sebagai inisiatif atau hasil pemikiran masyarakat saat itu, terbentuklah suatu alat tradisional yang di anggap mampu sebagai alat komunikasi antar kampung atau anatar desa pada masa itu yang terbuat dari Batangan Kayu, yang tersusun rapi sehingga menghasilkan suara yang bernada sebagai pengganti pengeras suara yang menandakan ada musibah kematian pada masa itu.

Tradisi Berantok mempunyai proses atau tradisi yang sangat unik seperti 
  1. Sesasejen, Sesajen Adalah kearifan lokal yang melambangkan kehidupan sehari-hari sebagai mahluk sosial, yang terdiri dari: Nginangan yang berisikan perlengkapan makan sirih dan rokok ( Sedahlan Jaran )
  2. Andang-andang dengan filosofi yang dianggap sangat ritual pada umumnya masyarakat desa sukarara yang selalu dikedepankan dalam setiap acara ritual apapun yang terdiri atas: Kudung ( penempeh ) yang dilengkapi didalamnya terdapat Benang, Beras, Uang, Sirih, Rokok, Tembakau yang digulung dengan daun pisang menandakan suatu kehidupan masyarakat desa sukarara yang umumnya adalah permah dan bersatu dalam segala hal baik suka maupun duka
Penggunana Tradisi Berantok
  1. apabila rantok sudah dibunyikan maka seluruh masyarakat sukerare yang mendengarkan secara langsung ataupun tidak langsung sebagai pertanda bahwa yang keluarga yang berduka tersebut  merupakan tanda yang sudah meninggal dunia adalah hari kesembilan
  2. sebagai alat untuk mengundang semua keluarga umumnya yang berada di desa Sukerare karna Rantok tersebutlah yang menjadi undangannya
  3. Rantok merupakan tempat pemandian Batu Nisan dan merupakan tempat untuk sembelih hewan aqiqahnya pada saat hari kesembilan
  4. Rantok adalah perntanda hari kesembilan yang merupakan akhir dari acara, tradisi, dan ritual dari peristiwa atau kejadian Tradisi berantok
Penamat
Penamat adalah tradisi masyarakat khususnya di Desa Sukarara yang terbuat dari  :
  1. Pesajiq adalah Nampan yang terbuat dari kayu yang berkaki yang melambangkan persatuan dan kesatuan dalam suatu tradisi adat budaya desa sukarara, yang tidak luput dari kehendak yang kuasa
  2. Jajanan yang tersusun rapi yang berbentuk kerucut yang terdiri dari:
  • Renggi putiq melambangkan asal muasal dari ayah 
  • Renggi Beaq melambangkan asal muasal dari ibu
  • Ore melambangkan persatuan dalam ikatan keluarga yang selalu berpegang teguh pada kearifan lokal
  • Pedati Melambangkan Anugrah dari Allah SWT yang sifatnya bersegi lima yang berarti: pengakuan kepada sareat Islam yang 5 waktu, maka terangkumlah dalam satu bentuk yang melambangkan persatuan dan kesatuan dalam keluarga yang akan kembali kepada sang pencipta ( Wawancara Mamiq Erna ),

TRADISI NGENDANG (ENDENG API)
Tradisi Ngendang (endeng api) merupakan tradisi masyarakat desa Sukarara yang secara turun temurun yang saat ini hampir punah, tradisi ngendang merupakan suatu cara masyrakat desa sukarara waktu dulu untuk mengenal gadis perawan atau ajang mencari jodoh, jika melihat potret masa lalu biasanya masyarakat dulu saking minimnya alat telekomunikasi salah satu cara untuk berkenalan dengan mengikuti tradisi ngendang, 








DAFTAR PUSTAKA
RPJMDes Desa Sukarara. 2019. Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa Sukarara. Dokument Desa Sukarara

Interview Lalu Iskandar.  Sejarah Songket Di Desa Sukarara

Interview Mamiq Erna Ketua BPD Desa Sukarara

Interview M. Yusuf. Ketua Adat Desa Sukarara





Komentar

  1. Balasan
    1. Kutipan ini berdasarkan hasil interview saya dengan narasumber, dan dokumen2 yang dari desa sukarara, seperti RPJMDes Desa Sukarara, Profil Perkembangan DEsa dan Potensi Desa Sukarara,,,, jika ingin tau secara detail silahkan datang ke desa kami, mengenai interview silahkan tonton video saya tentang sejarah songket dan desa sukarara di youtube DSC Story

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer