SEJARAH KEBERADAAN SONGKET SUKARARA
SEJARAH KEBERADAAN
SONGKET SUKARARA
Dalam Bahasa Kawi yang kami kutip dari Takepan RENGGANIS,
kata Songket artinya Sensek (Tenun), Nyongket artinya Nyensek ( Menenun ).
Kerajinan Nyensek dimulai dari Pemerintahan Raden Anugrah dan Raden Cempake
yang pada waktu itu disebut Pemban atau Panji ( Tahun 1755 Masehi ). Raden
Ugrah memegang kekuasaan dibidang Pemerintahan, sedangkan Raden Cempake
dibidang Pertanian, yang Makamnya ada
Dipemakaman Umum Karang Waru Dasan Duah Desa Sukarara. Pada waktu itubanyak Pohon
yang tumbuh, bahkan Bunga-Bunga Kapas yang sudah Tua banyak berguguran jatuh ke
Tanah. Oleh sebab itulah timbul pemikiran-pemikiran untuk bagaimana caranya mengolah
kapas tersebut menjadi Benang dan selanjutnya bisa menjadi selembar Kain.
Akhirnya para Kaum Wanita khususnya Ibu-Ibu mencoba memetik Bunga kapas yang
sudah Tua dan selanjutnya dijemur. Setelah kering, Kapas-Kapas itu dipisahkan
dari Bijinya dan kemudian di jemur lagi. Menjemur Kapas tidak seperti menjemur
Gabah, tapi menjemurnya dengan wadah, Bakul atau Rampak ( Kulit Sapi Yang
Dibuat Berbentuk Bakul ). Rampak bisa
juga dimanfaatkan sebagai Lesung alat untuk menumbuk Padi. Setelah betul-betul
kering lalu di bersihkan lagi dengan alat yang sederhana yang disebut Betuk (
Alat Yang Dibuat dari Bambu dan Rotan ). Kapas yang sudah bersih kemudian di
lempeng kira-kira ukuran sebesar Piring kemudian digulung berbentuk Bulat Panjang.
Kapas yang sudah digulung berubah nama menjadi Bojol. Bojol kemudian dipintal
dengan alat yang namanya Arah dan Pendiring. Memintal Bojol menjadi Benang
memerlukan kesabarandan ketekunan. Benang yang sudah ada di Pendiring
dipindahkan lagi ke sebuah alat yang namanya Ajon ( yang Terbuat Dari Kayu )
kemudian disikat dengan sikat Ijok. Benang yang sudah jadi melalui beberapa
proses ini dinamai Benang Berut. Benang
Berut inilah yang diolah menjadi selembar Kain melalui Nyensek dengan
seperangkat alat sederhana yaitu : Ebatang-
Jajak-Tutuk-Penggulung-Suri-Apit-alit-Lekot dan Berire yang disingket Perabot
Nyensek. Separangkat alat Tenun inilah yang mempunyai nilai yang sangat tinggi
yaitu sebagi simbol bahwa kaum Wanita terbatas gerak langkahnya.
Dari
Benang Berut tersebut dapat dibuat:
1.
Kembang
Komak Berut ( Taum ).
Taum
adalah alat pewarna hitam. Kembang komak Berut terdiri dari Dua warna yaitu
Hitam dan Putih.
2.
Bahok
( Rorek Benang Putih ).
Dua
motof inilah yang dihasilkan dari benag berut dengan alat pewarna Hitam. Benang
Berut dibuat juga sebagai Kain Kafan. Kemudian setelah ada celup, maka motif
sensekan ( Tenunan ) semakin berkembang sedikit demi sedikit antara lain yang
dinamakan dengan Cawul ( Warna Merah, Putih dan Hitam ), Mege-Rejase.
Kemudiaan setelah ada benang Pabrik ( Benag dari
Cina atau Jepang ), maka motif sensekan semakin berkembang lagi antara lain :
Kembang Komak Benang Putik, Ragi Genep, Selulut, Kemalo, Pucuk Melung dll.
Motif-motif
tersebut merupakan inspirasi penenun sendiri tanpa contoh atau gambar.
“HANYONGKET, HANENUN, LANSULAMAN
TANPE DOM DOMAN”,
artinya nyensek misah ataupun bejait dekn kadu conto, gambar atau imbe ( Desa
Sukarara )... “Kutipan Dari Takepan Rengganis Tembang Pamungkas Semare Dane”.
Keguanaan
Songket :
Untuk
Pakaian Sehari-Sehari dan ada jugak yang disimpan. Tempat penyimpanan hasil
nyensek ini dinamakan Keben.
Kapan
songket digunakan:
Digunakan
saat-saat acara Perkawinan dan Acara adat lainya sebagai Dodot, Sarung ( Londong
dan Selewok ).
Khusus
Kembang Komak dari dulu sampai sekarang masih dipakai untuk menyelimuti Anak
yang akan Khitan atau di Sunat karena Kembang Komak ini apabila dipaki pada
siang hari dapat menyejukkan badan dan pabila dipaki musim dingin ( Telis Kembang
Komak ) dapat menghangatkan badan.
FASE BARU SONGKET
SUKARARA
“ Subahnale Antap Tiwuk Arak Sejai
Beli Jeluang Duh Pangerah Pembungkus Gule
Subahnale Anak Iwuk Sak Salak Jari
Bilang Lawang Taokn Tunas Dane”
Setelah menempuh perjalanan panjang menulusuri Motif
demi motif pada kisaran Tahun 1940an tercetus Inspirasi baru mengembangkan
motif menjadi Subahnale, Bintang dan Remawe kata Subahnale berasal dari kata
subahanallah ( Maha Suci Allah ) dari seorang bernama Papuk Rabik dari Dasan
Duah.
Ketika
ia dalam keadaan kelelahan dan memilih dan memilah seutas Benang untuk
menciptakan Motif menjadi bentuk Bunga dan ia selalu mengucapkan kata-kata
Subahnale berulang- ulang kali.
Ketekunan dan kesabarannya untuk menciptakan motif yang
namanya Kembang Remawe akhhirnya terwujud. Setiap ada kesalahan dan kelelahan
dia selalu mengucapkan kata Subahnale. Memiih dan memilah Benang disebut
Beregun.
Pada
awalnya Subahnale, Bintang dan Remawe hanya untuk disimpan dan dipakai sendiri
apabila ada upacara-upacara Adat akhirnya Orang yang bisa beregun ini bertambah
lagi di beberapa Dusun antara lain Buncalang, Ketangge, dan Burhana. Sekarang
disetiap-setiap Dusun 2 atau 3 Orang bahkan lebih bisa Beregun dengan
Motif-Motif masa kini.
Seiring
dengan perkembangan zaman, sekarang ini Songket Sukerare sudah menembus Dunia
Internasional. Dan sampai sekarang sudah bisa tercipata lebih dari 40 Motif.
LIMPUT UMBAK
Limput Umbak adalah sebuah alat untuk menggendong
Anak. Namun limput yang dibuat di Desa Sukarara bukanlah alat untuk menggendong
Anak akan tetapi sebagai simbol kasih sayang kepada Anaknya, pembuatan Umbak
ini diupacarakan secara Ritual dari tahap awal sampai selesai. Umbak terdiri
dari Tiga warna yaitu : Merah, Putih dan Hitam.
Merah
sibol Perempuan, Putih simbol Laki-Laki dan Hitam simbol Kegaiban. Sebelum
dipotong Umbak ini diarak keliling Desa dan di Iringi Gamelan dan Pesajik,
setelah itu disimpan di Bale Belek.
Bale
Belek adalah tempat-tempat penyimpanan benda-benda peninggalan para Leluhur
terdahulu. Umbak dipakai apabila dipakai ada acara Surung Serah Aji Kerame Adat
tatkala seorang telah Kawin dan mengandung makna apabila sudah terjadi ikatan
perkawinan berarti sanggup menanggung resiko apapun tatkala nanti sudah
mempunyai anak.
Masalah Yang Dihadapi
1.
Para
Penenun masih menganggap Nyensek sebagai pekerjaan sampingan.
2.
Harga
jual mereka masih blum sebanding dengan waktu dan tenaga yang dikorbankan oleh
para Penenun.
3.
Desa
belum dapat berbuat banyak terhadap kesenjangan harga yang diterima oleh
Penenun.
4.
Kwalitas
masih perlu ditingkatkan.
5.
Masih
ada persaingan yang belum bisa di kontrol.
Hal- Hal Yang Ingin Dicapai.
1.
Para
Penenun perlu dilokalisir agar dapat dikontrol baik dari segi proses kwalitas
maupun harga.
2.
Perlu
adanya Central Industri untuk mempermudah pembinaan, pengawasan dan
lain-lain.
Subahnale
merupakan motif yang sangat berharga bagi masyarakat sukarara, motif subahnale
merupakan bahasa yang digunakan untuk mengingat kebesaran Allah, karena motof
ini sangat sacral dan merupakan motif tenunan pertama, dimana saat penenunan
songket sukarara tersembunyi adlah motif subahnale dimana saat selesai ditenun
banyak orang terkagum dengan motif dan menyebut nama kebesaran Allah dengan
ucapan subhanallah.
Komentar
Posting Komentar